Wednesday, February 6, 2013

Arti & Perbedaan Dosa, Maksiat dan Kejahatan



Apa arti dan perbedaan dosa maksiat dan kejahatan
Dalam konteks masyarakat plural seperti Indonesia, tampaknya pengertian tentang "dosa", "maksiat" dan "kejahatan" harus dipahami ulang sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam hubungan sosial antaragama. Tulisan pendek ini mencoba memberikan tafsiran baru atas tiga istilah itu.


Dosa selama ini dipahami oleh umat Islam sebagai pelanggaran atas aturan-aturan yang telah ditentukan oleh agama. Contoh-contoh berikut ini bisa menjadi semacam ilustrasi. Jika seseorang tak melaksanakan salat Jumat, atau salat lima waktu sebagaimana diwajibkan oleh ajaran Islam, maka ia telah berdosa. Seoerang yang tak berpuasa, dia berdosa. Seorang tak tak membayar zakat fitrah, ia berdosa. Seseorang yang menghardik orang-tuanya, ia berdosa. Begitu pula jika seseorang mencuri atau membunuh orang lain, maka ia juga berdosa. Seseorang yang menyerobot tanah tetangganya, ia berdosa. Begitu seterusnya.

Pemahaman seperti ini, dalam konteks negara non-agama seperti Indonesia, jelas kurang tepat. Berikut definisi lain sebagaimana di bawah ini.


Dosa adalah pelanggaran hukum agama yang sama sekali tak diatur oleh hukum positif negara. Jika seseorang tak melaksanakan salat, maka ia berdosa, tetapi ia tak melanggar hukum negara. Tetapi, jika seseorang mencuri, maka ia berdosa dan melakukan kejahatan sekaligus. Berdosa karena ia melanggar ketentuan agama yang melarang pencurian, tetapi juga kejahatan, karena tindakan mencuri melanggar hukum positif yang ditetapkan oleh negara.
 
Maksiat adalah kategori yang tak jauh berbeda dengan "dosa", yakni melanggar hukum agama yang tak diatur oleh hukum negara. Tetapi maksiat memiliki pengertian yang lebih khusus, yakni pelanggaran hukum agama yang bersifat individual; hukum yang sedikit sekali dampak sosialnya. Jika seseorang "dengki" atau "ghibah", yakni membicarakan kejelekan orang lain, maka dia melakukan maksiat. Jika seseorang pacaran dan melakukan "grepe-grepe", maka ia berdosa dalam pengertian yang sama. Begitulah seterusnya. Tetapi keseluruhan tindakan itu tidak masuk dalam ketegori kejahatan.


Kejahatan, sebagaimana sudah disebut di atas, adalah tindakan melawan hukum negara. Jika seseorang merampok atau korupsi, dia melakukan suatu tindakan yang masuk dalam dua kategori sekaligus: kejahatan, karena melanggar hukum positif, dan dosa karena melanggar hukum agama. Tetapi jika seseorang melanggar hukum lalulintas, seperti menerabas marka jalan, maka dia hanya dapat dikatakan melanggar hukum negara, tetapi dia tidak, atau sekurang-kurangnya belum tentu berdosa, sebab dalam agama tak ada ketentuan larangan untuk melanggar marka jalan. Agama sama sekali tak punya aturan khusus mengenai lalulintas, sehingga dengan demikian pelanggar hukum lalulintas tidak bisa disebut berdosa. Begitu pula jika seseorang melakukan pembajakan suatu karya, misalnya menerbitkan sebuah buku karya orang lain tanpa memperoleh hak cipta, maka ia melakukan kejahatan "intellectual property", tetapi tidak berdosa dalam pandangan agama. Agama, sekurang-kurangnya Islam, tak memiliki aturan khusus mengenai "intellectual property right". Kalaupun ada aturan mengenai itu, paling jauh hanyalah merupakan hasil ijtihad ulama modern. Dalam Quran dan hadis sendiri tak ada aturan yang jelas mengenai hak cipta intelektual.

Sumber : http://blog-rye.blogspot.com/2012/12/arti-dan-perbedaan-dosa-maksiat-dan.html#ixzz2KAGtBEPN

0 comments:

Post a Comment